Sabtu, 31 Desember 2016

MAKALAH TAFSIR “PENTINGNYA IMAN DAN ILMU (AL- MUJADILAH SURAT KE 58 : 11 )”

MAKALAH TAFSIR
PENTINGNYA IMAN DAN ILMU (AL- MUJADILAH SURAT KE 58 : 11 )


Oleh:
Kelompok 9
Anggota:

1.     Farhatunnisah
1501030391
2.     Riadatun laili
15010303



JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
MATARAM

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmatdan hidayah-Nya penulis   yang berjudul "Pentingnya iman dan ilmu (al-mujadilah surat ke 58 : 11)", shalawat serta  salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw.

Adapun penyusuna  nmakalah ini diajuka nuntuk memenuhi tugas matakuliah Tafsir. Penulis  menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik serta saran yang membangun senantiasa penyusun harapkan guna perbaikan dimasa mendatang.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penyusun ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penyusunan  makalahini. Akhirnya penulis  berharap semoga makalah ini bemanfaat bagi penulis khususnya dan anda yang membaca makalah ini.
                                                                                      
                                                                       

                                                                                                Mataram, 16 Mei 2016


                                                                                                   Penulis



DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A.    Pentingnya iman dan ilmu (QS Al-Mujadilah 58 : 11).............................. 3
B.     Kitab Tafsir Al-mishbah Muhammad Qurais shihab................................ 6
C.     Kitab Tafsir Al-Azhar Buya Hamka.......................................................... 8
D.    Kitab Tafsir Kementrian Agama RI........................................................ 11
E.     Kitab Tafsir Melayu Indonesia................................................................ 13
BAB III PENUTUP........................................................................................... 15
A.    Kesimpulan............................................................................................. 15
B.     Saran....................................................................................................... 15
DAFTRA PUSTAKA
 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya ilmu pengetahuan dan teknologi sangat besar pengaruhnya terhadap segala aspek kehidupan manusia dan cenderung mempercayakan nasib dunia dan umat manusia pada keampuhan ilmu pengetahuan dan penerapan-penerapannya yang disebut teknologi.
Islam sangat mengutamakan ilmu pengetahuan, terbukti dengan adanya wahyu yang pertama diturunkan adalah berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Allah SWT menyuruh manusia untuk belajar, mencari ilmu, menggali ilmu dan berpikir. Iqra' yang berarti bacalah adalah sebagai simbol pentingnya pendidikan bagi umat Islam karena pendidikan merupakan masalah hidup yang mewarnai kehidupan manusia dan agama Islam mengharuskan untuk mencarinya yang tidak terbatas pada usia, tempat, jarak, waktu dan keadaan.
Menurut pandangan Islam kewajiban menuntut ilmu tidak kalah pentingnya dengan berjihad, dalam arti pendidikan dan pengajaran serta keimanan harus seimbang. Karena seorang mukmin yang sempurna adalah mampu mengamalkan ilmunya dengan dasar takwa kepada Allah SWT.
Apalagi pada zaman sekarang pengetahuan dan teknologi memang membawa kemudahan bagi manusia dan perkembangannya yang semakin pesat dan canggih. Serta manusia yang selalu berusaha mengembangkan ilmu dan teknologi itu yang telah membawa kejayaan bagi kehidupannya. Namun ketika manusia begitu berlimpah dengan kemajuan-kemajuan inteleknya tanpa ada pegangan tentang agama, ke-Tuhanan, maka tentu saja hal itu amat berbahaya.




B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam (QS Al- Mujadilah Surah Ke 58 ; 11)?
2.      Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam Kitab Tafsir Al-mishbah Muhammad Qurais shihab?
3.      Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam Iman dan Ilmu dalam  Kitab Tafsir Al-Azhar Buya Hamka?
4.      Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam Kitab Tafsir Kementrian Agama RI  ?
5.      Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam Kitab Tafsir Melayu Indonesia?




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pentingnya Iman Dan Ilmu (Al- Mujadilah Surah Ke 58 ; 11)
Teks Ayat                                                          
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا
فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِير[المجادلة/11]            
Terjemah Ayat
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-mujadalah : 11)
Ayat ini menerangkan tentang perintah untuk memberi kelapangan dalam segala hal kepada orang lain. Ayat ini juga tidak menyebut secara tegas bahwa Allah Swt akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni yang lebih tinggi dari sekadar beriman, tidak disebutkan kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimiliki itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.[1]
Yang dimaksud dengan (و الذين أوتوا العلم) yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman jadi dua, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh, yang kedua beriman, beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kedua kelompok ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan atau tulisan maupun keteladanan.[2]
Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan hanya ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dan dalam pandangan al-Qur'an ilmu tidak hanya ilmu agama, tetapi juga yang menunjukan bahwa ilmu itu haruslah menghasilkan rasa takut dan kagum pada Allah Swt, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan mahkluk.[3]
Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral, sedang ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan Ilmu membuat orang jadi mantap, agung, walau tidak ada pangkat dan jabatan yang disandangnya, sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya sendiri.
Pokok hidup utama adalah Iman dan pokok pengirimnya adalah Ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah Swt, padahal mendurhakai Allah Swt. Sebaliknya orang yang berilmu saja tanpa disertai iman, maka ilmunya itu dapat membahayakan dirinya sendiri ataupun bagi sesama manusia. Ilmu manusia tentang atom misalnya, alangkah penting ilmu itu kalau disertai iman, karena dia akan membawa faedah yang besar bagi seluruh manusia. Tetapi ilmu itupun dapat digunakan orang untuk memusnahkan sesama manusia, karena jiwanya yang tidak terkontrol oleh iman kepada Allah Swt.
Ayat tersebut di atas selanjutnya sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majlis ilmu. Orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah Swt.[4]
Sesungguhnya Allah Swt menyukai dan memuliakan orang-orang yang telah beriman dan bertakwa dengan sebenar-benar iman, disertai dengan pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat, baik ilmu umum maupun ilmu agama.
Menuntut ilmu pengetahuan dalam arti luas yaitu ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama, karena kedua ilmu tersebut yang dibutuhkan manusia, khususnya umat Islam agar ilmu pengetahuan yang dipelajari dan diperolehnya dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. Jadi antara kedua ilmu itu harus saling berpadu, saling mengisi karena sejak awal mula al-Qur'an diturunkan sudah mulai memerintahkan agar membaca (berpikir) dengan menyebut nama Allah Swt (berzikir).
إقرأ باسم ربك الذي خلق
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. (Qs. al-‘Alaq: 1)
Perintah Allah Swt "bacalah" berarti berpikirlah secara teratur dan sistematik dan terarah dalam mempelajari firman dan ciptaan-Nya. Adapun dalam proses membaca harus dilaksanakan dengan menyebut nama Tuhanmu, berarti harus berpadu dengan zikir.[5] Karena mempelajari ilmu agama juga menjadi kewajiban bagi umat Islam sebagaimana firman Allah Swt.
و ما كان المؤمنون لينفروا كآفة فلو لا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين و لينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepada-Nya, supaya mereka itu dapat menyadari dirinya. (Qs. at-Taubah:122)
Ayat tersebut memberikan petunjuk tentang kewajiban memperdalam ilmu agama dalam arti mempelajari sekaligus mengajarkannya pada orang lain, karena perbuatan ini juga mulia dan mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah Swt sama dengan berjihad mengangkat senjata melawan musuh.

B.     Kitab Tafsir Al- Mishbah Muhammad Quraish Shihab
Larangan berbisik yang diturunkan oleh ayat-ayat yang lalu merupakan salah satu tuntunan akhlak, guna membina hubungan harmonis antar sesama. Berbisik di tengah orang lain mengeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat di atas merupakan tuntunan akhlak yang menyangkut perbuatan dalam majlis untuk menjalin harmonisasi dalam satu majelis. Allah berfirman “ Hai orang-orang yang beriman, apa bila dikatakan kepada kamu” oleh siapa pun: berlapang-lapanglah. Yaitu berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan  diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan tempat duduk, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat untuk orang lain  itu dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila di katakan:”Berdirilah kamu ketempat yang lain, atau untuk diduduk tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkit-lah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini.dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemudian di dunia dan di akhirat dan Allah terhadap apa-apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa akan datang Maha Mengetahui.
Ada riwayat yang menyatakan bahwa ayat di atas turun pada hari Jum’at. Ketika itu Rasul saw. berada di suatu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiasaan beliau memberi tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badr, karena besarnya jasa mereka. Nah, ketika majlis tengah berlangsung, beberapa orang di antara sahabat-sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw. Nabi pun menjawab, selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat itu terus saja berdiri, maka Nabi saw. memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain-yang tidak terlibat dalam perang Badr untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi saw. perintah Nabi itu, mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini digunakan oleh kaum munafikin untuk memecah belah dengan berkata “katanya muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak.” Nabi mendengar keritik itu bersabda: “Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya.” Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di atas pun turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu.
Kata tafassaḫû dan ifsaḫû terambil dari kata fasaḫa yakni lapang. Sedang kata unsyuzû terambil dari kata  nûsyuzyankni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ketempat yang lebih tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ketempat lain untuk memberi kesempatan yang lebih wajar duduk atau berada di tempat wajar pindah itu, atau bangkit melakukan suatu aktifitas positif. Ada yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan berlama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi saw. Yang lain dari yang perlu segera dia hadapi.
Kata majȃlis adalah bentuk jamak dari kata majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad saw. Membert tuntunan agama ketika itu. Tapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri atau bahkan tempat berbaring. Karena tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang dihormati atau yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun, jika anda-wahai yang muda-duduk di bus, atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, maka adalah wajar dan berdab jika anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa  Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni lebih tinggi sekedar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu, sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang didmilikinya itulah yang berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja yang di maksud dengan alladzȋnaûtû al-‘ilmu/yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal shaleh, dan yang kedua beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal pengajarannya kepada pihak lain secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan.
Ilmu yang di maksud ayat di atas bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam QS. 35: ayat 27-28. Allah meguraikan sekian banyak mahluk Ilahi, dan fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: yang takut dan kagum kepada Allah dari hamba-hambanya hanyalah ulama, ini menunjukkan bahwa ilmu dalam pandangan al-Qur’an bukan hanya ilmu agama. Di sisi lain juga menujukkan bahwa ilmu haruslah menghasilkan khasyyah yakni rasa takut dan kagum kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkan untu kepentingan mahkluk, Rasul sering kali berdo’a (aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat).

C.    Kitab Tafsir Al-Azhar Buya Hamka
Dalam tafsir al-Azhar dijelaskan bahwa ayat tersebut mengandung dua tafsir,
Pertama, jika seseorang disuruh melapangkan majlis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekalipun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut duduk dimuka, janganlah berkecil hati, melainkan hendaklah dia berlapang dada, karena orang yang berlapang dada itulah kelak orang yang akan diangkat Allah Swt Iman dan Ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya.
Kedua, memang ada orang yang diangkat Allah Swt derajatnya lebih tinggi dari pada orang kebanyakan, yaitu karena Imannya dan karena Ilmunya. Setiap haripun dapat kita melihat raut muka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang arif dan bijaksana.[6]
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping hadits-hadits nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “berlapang-lapanglah di Dalam Majlis”. Artinya bahwa majlis, yaitu duduk bersama. Asal mulanya duduk bersama mengelilingi nabi karean hendak mendengar ajaran-ajaran yang hendak beliau keluarkan. Tentu ada yang datang terlebih dahulu, sehingga tempat duduk bersama itu kelihatan telah sempit. Karena di waktu itu orang duduk bersama  di atas tanah, belum memakai kursi seperti sekarang. Niscaya karena sempitnya itu, orang yang datang kemudian tidak lagi mendapat tempat. Lalu dianjurkan oleh rosu; agar yang telah duduk terlebih dahulu melapangkan tempat bagi yang datang kemudian. Sebab pada hakekatnya tempat itu belumlah sesempit apa yang kita sangka. Sebab itu hendaklah yang telah duduk lebih dahulu melapangkan temapat bagi mereka yang baru datang. Karena yang sepi itu bukan tempat, melainkan hati.
Oleh sebab itu apakah yang mesti dilapangkan lebih dahulu, tempatkah atau hati Niscaya hatilah Sebab bila kita lihat orang baru datang, kesan pertama ialah enggan memberikan tempat. Begitu pula dalam majlis pengajian dalam Masjid sendiri. Betapapun sempitnya tempat pada anggapan semula, kenyataanya masih bisa dimuat orang lagi. Yang di luar disuruh masuk ke dalam, karna tempat masih lebar, meskipun ada yang telah mendapatkan tempat duduk itu yang kurang senang melapangkan tempat. Oleh sebab itu di dalam ayat ini diserulah terlebih dulu dengan panggilan “orang-orang beriman”, sebab orang-orang yang beriman itu hatinya lapang, diapun mencintai saudaranya yang terlambat masuk. Lanjutan ayat mengatakan, “niscaya Allah akan memberikan kelapangan bagimu”. Artinya, karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan. Kalau hati sudah lapang, fikiran pun lega, akal pun terbuka dan rezeki yang halal pun dapat didatangkan Tuhan dengan lancar. Kekayaan yang istimewa dalam kehidupan ini terutama ialah banyak-banyak kontak diantara diri dan masyarakat.
“ Dan jika dikatakan kepada kamu “berdirilah”, maka berdirilah!”, dalam hal ini, Jika disuruh orang kamu berdiri untuk memberikan tempat kepada yang lain yang lebih patut untuk berdiri yang lebih patut  duduk di tempat yang kamu duduki itu, segeralah berdiri, Yaitu jika disuruh berdiri karena kamu sudah lama duduk, supaya orang lain yang belum mendapat kesempatan diberi peluang, maka segeralah kamu berdiri!. “Allah akan mengangkat orang-oarang yang beriman di antamu beberapa derajat”.
Sambungan ayat ini pun mengandung dua tafsir. Pertama jika seseorang disuruh melapangkan majlis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekali pun lalu memberikan trmpatnya kepada orang yang patut didudukkan di muka, janganlah dia berkecil hati. Melainkan hendaknya dia berlapang dada. Karena orang yang berlapang dada itulah kelak yang akan diangkat Allah imannya dan ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya. Kedua; jika ada orang yang diangkat Allah derajatnya lebih tinggi daripada orang kebanyakan, itu pertama karena imannya,kedua karena ilmunya. Iman memberikan cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedangkan ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi mantap. Membuat orang menjadi agung, walaupun tidak ada pangkat yang disandangnya. Sebab cahaya itu datangnya dari dalam dirinya sendiri, bukan dari luar.“Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan”, pokok hidup utama adalah iman dan pokok pengirinya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah, padahal mendurhakai Allah. Sebaliknya orang yang berilmu saja tidak disertai atau tidak membawanya pada iman, maka ilmunya itu dapat membahayakan bagi dirinya sendiri maupun bagi sasama manusia. Ilmu apabila disertai dengan iman maka akan membawa faedah yang besar bagi seluruh kemanusiaan. Tetapi ilmu itupun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesama manusia, karena jiwanya tidak dikontrol oleh iman kepada Allah. 

D.    Kitab Tafsir Kementrian Agama RI
Ayat di atas merupakan tuntunan akhlak yang menyangkut dalam suatu majlis. Allah berfirman; “ hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepada kamu” oleh siapapun “berlapang-lapanglah” yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat. Apabila diminta kepada kamu untuk melakukan itu, maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan berdirilah kamu ke tempat yang lain atau untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad , maka berdirilah dan bangkit lah Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha Mengetahui.
Kata تفسحوا dan افسحوا terambil dari kata فسح yakni lapang. Sedangkan kata انشزوا  terambil dari kata نشوز yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut mulanya berarti beralih ke tempat yang tingggi. Yang di maksud pindah ke tempat lain yakni untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah, atau bangkit melakukan satu aktivitas positif. Ada juga yang memahaminya berdirilah dari rumahNabi, jangan berlama-lama disana, karena boleh jadi ada peringatan Nabi saw yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.
Kata مجالس   adalah bentuk jamak مجلس. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat  ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW memberi tuntunan agama ketika itu.Tetapi yang di maksud disini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk,tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring.
Al-Qurtubi menulis bahwa bisa saja seseorang mengirim pembantunya ke masjid untuk mengambilkan untuknya tempat duduk, asalkan pembantu berdiri meninggalkan tempat itu ketika yang mengutusnya datang dan duduk.
Ayat diatas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yang lebih tinggi dari yang sekedar beriman.
Yang di maksud dengan ( اوتوا العلم   الذين ) yang di beri pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka denagn pengetahuan. Ayat diatas membagi kaum beriman kepada dua kelompok:
1.      Sekedar beriman dan beramal saleh
2.      Beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan.
Derajat Kelompok ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang di sandangnya , melainkan juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan. Ilmu yang dimaksud, bukan saja ilmu agama tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.

Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung (aspek tarbawi)
a.       Tuntunan akhlak yang menyangkut perbuatan dalam satu majlis agar terjalin hubungan yang harmonis.
b.      Memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang di hormati dan yang lemah meskipun itu adalah seorang non muslim sekalipun.
c.       Misal: dalam angkutan umum, bus, atau kereta api ada seorang tua non mmuslim yang berdiri dan tidak mendapat tempat duduk, jika Anda yang muda duduk maka wajar dan beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
d.      Jika dalam masjid, tidak diperkenankan meletakkan sajadah atau semacamnya untuk menghalangi orang lain duduk di tempat itu.
e.       Ketika berada dalam suatu tempat dan ada beberapa orang baru hadir yang tidak mendapat tempat duduk, berdirilah dan persilahkan mereka untuk segera duduk. Karena Allah akan merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya.

E.     Kitab Tafsir Melayu Indonesia
Penyebaran Islam dari awal kemunculannya hingga saat ini, diyakini tidak lepas dari sumber primer ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah, sehingga sejarah Islam juga merupakan sejarah al-Qur’an. Sejarah al-Qur’an dalam konteks yang paling sederhana di Indonesia, dapat ditelusuri dengan melacak sejarah masuknya Islam ke Indonesia. [7]
Awal kedatangan Islam ke Nusantara terdapat beberapa teori, di antaranya teori Gujarat yang dikembangkan atau dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje, berawal dengan ditemukannya batu nisan Sultan Abd. Malik al-Saleh. Pendapat lain bahwa Islam datang ke Nusantara dari Makkah dengan bukti mayoritas muslim di Nusantara adalah pengikut mazhab Syafi’i yang dikembangkan oleh Hamka pada abad ke-7 M. Bahkan ada kemungkinan besar bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di nusantara pada abad-abad pertama Hijri, sebagaimana dikemukakan Arnold dan dipegang banyak sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi hanyalah abad ke-12 pengaruh Islam kelihatan lebih nyata. Karena itu proses Islamisasi tampaknya mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16.[8]
Di samping tafsir al-Qur’an, muncul juga berbagai ilmu yang terkait dengan al-Qur’an, baik itu sejarah al-Qur’an/tafsir, ulum al-Qur’an maupun ilmu yang tidak secara langsung terkait dengan al-Qur’an dan tafsirnya. Pada awal abad ke-20 muncullah berbagai karya, seperti karya Munawwar Khalil dengan judul “al-Qur’an dari Masa ke Masa” yang ditulis pada tahun 1952, Aboebakar Atjeh dengan bukunya “Sejarah al-Qur’an” pada tahun 1952, Hasbi Ash-Shiddieqi dengan bukunya Sejarah dan pengantar ilmu al-Qur’an, pada tahun 1954, Hadi Permono, Ilmu Tafsir al-Qur’an Sebagai Pengetahuan Pokok Agama Islam yang diterbitkan pada tahun 1975, Badaruthanan Akasah dengan menulis Index al-Qur’an: Index Tafsir, pada tahun 1976, Bahrum Rangkuti, al-Qur’an: Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, pada tahun 1977, dan Dja’far Amir dengan judul al-Qur’an dan al-Hadits: Madrasah Tsanawiyah terbit pada tahun 1978. H. A. Djohan Syah menulis buku yang berjudul Kursus Cepat Dapat Membaca al-Qur’an pada tahun 1978. Masjfuk Zauhdi ikut juga menulis ilmu tafsir dengan judul “Pengantar Ulumul Qur’an” pada tahun 1979. Muslich Maruzi dengan bukunya al-Qur’an: al-Hadits Untuk Madrasah Aliyah pada tahun 1980. Abd Aziz Masyhuri dengan bukunya Mitiara Qur’an dan Hadits pada tahun 1980. dan H. Datuk Tombak Alam juga menyusun sebuah ilmu tafsir dengan judul al-Qur’an al-Hakim 100 Kali Pandai tapi tidak diketahui kapan diterbitkan. Begitu juga mulai muncul terjemahan ilmu tafsir seperti terjemah karya Manna al-Qattan, Adanan Lubis Tarikh al-Qur’an, pada tahun 1941[9]













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Iman dan ilmu mengantarkan manusia menjadi makhluk yang utama sehingga kedudukannya dalam masyarakat pun dihormati, dihargai sementara di akherat mendapat kebahagiaan abadi.
allah menegaskan dalam surat al-mujadilah ayat 11 bahwa orang-orang mukmin karena selalu mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang berilmu pengetahuan, yang ilmunya dapat mengantarkan mereka ke jalan iman, semuanya akan ditingkatkan derajatnya disisi Allah SWT. Ini berarti peranan iman dan ilmu dan meningkatkan derajat dan harkat manusia itu sama, iman yang tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan adalah iman yang lemah sekali dan ilmu pengetahuan yang tidak bisa membuka hati untuk bertambahnya iman, maka ilmu itu sangat berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
B.     Saran
Jika ingin menyusun makalah seperti ini, diharapkan untuk mengkonsul secara continuo kepada dosen pengampuh ataupun ahli lain, agar makalah yang disusun dapat bermanfaat sesuai isi nya yang tepat dan tidak menyimpang.



[1] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Qur'an, (Jakarta: Lentera
          Hati, 2002), hlm. 79
[2] Ibid., hlm 79
[3] Ibid., hal 80
[4] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 157
[5] R.H.A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi, dan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi
         Press, 1999), hlm. 102
[6] Hamka, Tafsir al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional, PTELTD, 1990), hlm. 7226
[7] L. Anthony H. Johns, Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian awal. (Melayu online.com: 11 Agustus 2008) hlm. 14
[8] Ibid., hal 16
[9] Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996) hal. 162-164.
DAFTAR PUSTAKA


           Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002),
           Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnnya, Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional, PTELTD, 1990)
Hamka. Tafsir Al-azhar. PT Pustaka Panji Mas. Jakarta:198
Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996)
         M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Qur'an, (Jakarta: LenteraHati, 2002)
         R.H.A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi, dan Islam, (Yogyakarta: Titian IlahiPress, 1999),

0 komentar:

Posting Komentar