MAKALAH TAFSIR
“PENTINGNYA IMAN DAN ILMU (AL- MUJADILAH SURAT KE 58 : 11 )”
Oleh:
Kelompok 9
Anggota:
1.
Farhatunnisah
|
1501030391
|
2.
Riadatun laili
|
15010303
|
|
|
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
(FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
MATARAM
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, atas
rahmatdan
hidayah-Nya
penulis yang berjudul "Pentingnya
iman dan ilmu (al-mujadilah surat ke 58 : 11)", shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad saw.
Adapun penyusuna
nmakalah ini diajuka nuntuk memenuhi tugas matakuliah Tafsir. Penulis menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik serta saran
yang membangun
senantiasa
penyusun
harapkan
guna
perbaikan
dimasa
mendatang.
Ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya penyusun ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu
yang telah
membantu
penyusunan makalahini. Akhirnya penulis
berharap semoga makalah ini bemanfaat bagi penulis khususnya dan anda yang membaca makalah ini.
Mataram, 16 Mei 2016
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR..........................................................................................
i
DAFTAR ISI........................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
1
A. Latar Belakang..........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................
3
A. Pentingnya iman dan ilmu (QS Al-Mujadilah
58 : 11).............................. 3
B. Kitab Tafsir Al-mishbah Muhammad Qurais
shihab................................
6
C. Kitab Tafsir Al-Azhar Buya Hamka.......................................................... 8
D. Kitab Tafsir Kementrian Agama RI........................................................ 11
E. Kitab Tafsir Melayu Indonesia................................................................ 13
BAB III PENUTUP...........................................................................................
15
A. Kesimpulan.............................................................................................
15
B. Saran.......................................................................................................
15
DAFTRA PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat besar pengaruhnya terhadap segala aspek
kehidupan manusia dan cenderung mempercayakan nasib dunia dan umat manusia pada
keampuhan ilmu pengetahuan dan penerapan-penerapannya yang disebut teknologi.
Islam sangat mengutamakan ilmu pengetahuan, terbukti
dengan adanya wahyu yang pertama diturunkan adalah berkaitan dengan ilmu
pengetahuan. Allah SWT menyuruh manusia untuk belajar, mencari ilmu, menggali
ilmu dan berpikir. Iqra' yang berarti bacalah adalah sebagai simbol pentingnya
pendidikan bagi umat Islam karena pendidikan merupakan masalah hidup yang
mewarnai kehidupan manusia dan agama Islam mengharuskan untuk mencarinya yang
tidak terbatas pada usia, tempat, jarak, waktu dan keadaan.
Menurut pandangan Islam kewajiban menuntut ilmu
tidak kalah pentingnya dengan berjihad, dalam arti pendidikan dan pengajaran
serta keimanan harus seimbang. Karena seorang mukmin yang sempurna adalah mampu
mengamalkan ilmunya dengan dasar takwa kepada Allah SWT.
Apalagi pada zaman sekarang pengetahuan dan
teknologi memang membawa kemudahan bagi manusia dan perkembangannya yang
semakin pesat dan canggih. Serta manusia yang selalu berusaha mengembangkan
ilmu dan teknologi itu yang telah membawa kejayaan bagi kehidupannya. Namun
ketika manusia begitu berlimpah dengan kemajuan-kemajuan inteleknya tanpa ada
pegangan tentang agama, ke-Tuhanan, maka tentu saja hal itu amat berbahaya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam
(QS Al- Mujadilah Surah Ke 58 ; 11)?
2.
Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam
Kitab Tafsir Al-mishbah Muhammad Qurais shihab?
3.
Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam
Iman dan Ilmu dalam Kitab Tafsir
Al-Azhar Buya Hamka?
4.
Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam
Kitab Tafsir Kementrian Agama RI ?
5.
Bagaimana Pentingnya Iman dan Ilmu dalam
Kitab Tafsir Melayu Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pentingnya
Iman Dan Ilmu (Al- Mujadilah Surah Ke 58 ; 11)
Teks Ayat
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ
اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا
فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا
مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِير[المجادلة/11]
Terjemah Ayat
“Hai orang-orang beriman apabila
kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”(QS. Al-mujadalah : 11)
Ayat ini menerangkan tentang perintah untuk memberi kelapangan dalam segala
hal kepada orang lain. Ayat ini juga tidak menyebut secara tegas bahwa Allah
Swt akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka
memiliki derajat-derajat yakni yang lebih tinggi dari sekadar beriman, tidak
disebutkan kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang
dimiliki itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya,
bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.[1]
Yang dimaksud dengan (و الذين أوتوا العلم) yang diberi pengetahuan adalah
mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti
ayat di atas membagi kaum beriman jadi dua, yang pertama sekadar beriman dan
beramal saleh, yang kedua beriman, beramal saleh serta memiliki pengetahuan.
Derajat kedua kelompok ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu
yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik
secara lisan atau tulisan maupun keteladanan.[2]
Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan hanya ilmu agama, tetapi ilmu
apapun yang bermanfaat. Dan dalam pandangan al-Qur'an ilmu tidak hanya ilmu
agama, tetapi juga yang menunjukan bahwa ilmu itu haruslah menghasilkan rasa
takut dan kagum pada Allah Swt, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu
untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan mahkluk.[3]
Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral, sedang ilmu
pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan Ilmu membuat orang jadi mantap,
agung, walau tidak ada pangkat dan jabatan yang disandangnya, sebab cahaya itu
datang dari dalam dirinya sendiri.
Pokok hidup utama adalah Iman dan pokok pengirimnya adalah Ilmu. Iman tidak
disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang
disangka menyembah Allah Swt, padahal mendurhakai Allah Swt. Sebaliknya orang
yang berilmu saja tanpa disertai iman, maka ilmunya itu dapat membahayakan
dirinya sendiri ataupun bagi sesama manusia. Ilmu manusia tentang atom
misalnya, alangkah penting ilmu itu kalau disertai iman, karena dia akan
membawa faedah yang besar bagi seluruh manusia. Tetapi ilmu itupun dapat
digunakan orang untuk memusnahkan sesama manusia, karena jiwanya yang tidak
terkontrol oleh iman kepada Allah Swt.
Ayat tersebut di atas selanjutnya sering digunakan para ahli untuk
mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara
mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majlis ilmu. Orang yang mendapatkan
ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah Swt.[4]
Sesungguhnya Allah Swt menyukai dan memuliakan orang-orang yang telah
beriman dan bertakwa dengan sebenar-benar iman, disertai dengan pengetahuan dan
ilmu yang bermanfaat, baik ilmu umum maupun ilmu agama.
Menuntut ilmu pengetahuan dalam arti luas yaitu ilmu pengetahuan umum dan
ilmu agama, karena kedua ilmu tersebut yang dibutuhkan manusia, khususnya umat
Islam agar ilmu pengetahuan yang dipelajari dan diperolehnya dapat semakin
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Jadi antara kedua ilmu itu harus saling
berpadu, saling mengisi karena sejak awal mula al-Qur'an diturunkan sudah mulai
memerintahkan agar membaca (berpikir) dengan menyebut nama Allah Swt
(berzikir).
إقرأ باسم ربك الذي خلق
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan. (Qs. al-‘Alaq: 1)
Perintah Allah Swt "bacalah" berarti berpikirlah secara teratur
dan sistematik dan terarah dalam mempelajari firman dan ciptaan-Nya. Adapun
dalam proses membaca harus dilaksanakan dengan menyebut nama Tuhanmu, berarti
harus berpadu dengan zikir.[5]
Karena mempelajari ilmu agama juga menjadi kewajiban bagi umat Islam
sebagaimana firman Allah Swt.
و ما كان المؤمنون لينفروا كآفة فلو
لا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين و لينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم
لعلهم يحذرون
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin pergi semuanya (ke medan
perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepada-Nya, supaya mereka itu dapat
menyadari dirinya. (Qs. at-Taubah:122)
Ayat tersebut memberikan petunjuk tentang kewajiban memperdalam ilmu agama
dalam arti mempelajari sekaligus mengajarkannya pada orang lain, karena
perbuatan ini juga mulia dan mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah
Swt sama dengan berjihad mengangkat senjata melawan musuh.
B.
Kitab
Tafsir Al- Mishbah Muhammad Quraish Shihab
Larangan berbisik yang diturunkan
oleh ayat-ayat yang lalu merupakan salah satu tuntunan akhlak, guna membina
hubungan harmonis antar sesama. Berbisik di tengah orang lain mengeruhkan
hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat di atas merupakan tuntunan akhlak yang
menyangkut perbuatan dalam majlis untuk menjalin harmonisasi dalam satu
majelis. Allah berfirman “ Hai orang-orang yang beriman, apa bila dikatakan
kepada kamu” oleh siapa pun: berlapang-lapanglah. Yaitu berupayalah
dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan
diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni
satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan tempat duduk, apabila diminta
kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat untuk orang
lain itu dengan suka rela. Jika kamu
melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat
kamu dalam hidup ini. Dan apabila di katakan:”Berdirilah kamu
ketempat yang lain, atau untuk diduduk tempatmu buat orang yang lebih wajar,
atau bangkitlah melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka
berdiri dan bangkit-lah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini.dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemudian di dunia dan
di akhirat dan Allah terhadap apa-apa yang kamu kerjakan sekarang dan
masa akan datang Maha Mengetahui.
Ada riwayat yang menyatakan bahwa
ayat di atas turun pada hari Jum’at. Ketika itu Rasul saw. berada di suatu
tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiasaan beliau memberi tempat khusus
buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badr, karena besarnya jasa mereka.
Nah, ketika majlis tengah berlangsung, beberapa orang di antara sahabat-sahabat
tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw. Nabi pun menjawab,
selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga dijawab, namun mereka
tidak memberi tempat. Para sahabat itu terus saja berdiri, maka Nabi saw.
memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain-yang tidak terlibat dalam
perang Badr untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu
duduk di dekat Nabi saw. perintah Nabi itu, mengecilkan hati mereka yang
disuruh berdiri, dan ini digunakan oleh kaum munafikin untuk memecah belah
dengan berkata “katanya muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak.” Nabi
mendengar keritik itu bersabda: “Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan
bagi saudaranya.” Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di atas pun
turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi itu.
Kata tafassaḫû dan ifsaḫû
terambil dari kata fasaḫa yakni lapang. Sedang kata unsyuzû
terambil dari kata nûsyuzyankni tempat
yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ketempat
yang lebih tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ketempat lain untuk memberi
kesempatan yang lebih wajar duduk atau berada di tempat wajar pindah itu, atau
bangkit melakukan suatu aktifitas positif. Ada yang memahaminya berdirilah dari
rumah Nabi, jangan berlama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi
saw. Yang lain dari yang perlu segera dia hadapi.
Kata majȃlis adalah bentuk
jamak dari kata majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam
konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad saw. Membert tuntunan agama ketika
itu. Tapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak,
baik tempat duduk, tempat berdiri atau bahkan tempat berbaring. Karena tujuan
perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah
kepada orang-orang dihormati atau yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun,
jika anda-wahai yang muda-duduk di bus, atau kereta, sedang dia tidak mendapat
tempat duduk, maka adalah wajar dan berdab jika anda berdiri untuk memberinya
tempat duduk.
Ayat di atas tidak menyebut secara
tegas bahwa Allah akan meninggikan
derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat
yakni lebih tinggi sekedar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan
itu, sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang didmilikinya itulah yang
berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari
faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja yang di maksud dengan alladzȋnaûtû
al-‘ilmu/yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi
diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal shaleh, dan
yang kedua beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan. Derajat
kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal pengajarannya kepada pihak lain secara lisan,
atau tulisan maupun dengan keteladanan.
Ilmu yang di maksud ayat di atas bukan
hanya ilmu agama tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam QS. 35: ayat 27-28.
Allah meguraikan sekian banyak mahluk Ilahi, dan fenomena alam, lalu ayat
tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: yang takut dan kagum kepada Allah
dari hamba-hambanya hanyalah ulama, ini menunjukkan bahwa ilmu dalam pandangan
al-Qur’an bukan hanya ilmu agama. Di sisi lain juga menujukkan bahwa ilmu
haruslah menghasilkan khasyyah yakni rasa takut dan kagum kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong
yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkan untu kepentingan
mahkluk, Rasul sering kali berdo’a (aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang
tidak bermanfaat).
C. Kitab Tafsir Al-Azhar Buya Hamka
Dalam tafsir al-Azhar dijelaskan
bahwa ayat tersebut mengandung dua tafsir,
Pertama, jika seseorang disuruh
melapangkan majlis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh
berdiri sekalipun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut duduk
dimuka, janganlah berkecil hati, melainkan hendaklah dia berlapang dada, karena
orang yang berlapang dada itulah kelak orang yang akan diangkat Allah Swt Iman
dan Ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi
memberikan tempat kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya.
Kedua, memang ada orang yang
diangkat Allah Swt derajatnya lebih tinggi dari pada orang kebanyakan, yaitu
karena Imannya dan karena Ilmunya. Setiap haripun dapat kita melihat raut muka,
pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang
dapat dibaca oleh orang arif dan bijaksana.[6]
Ilmu menempati kedudukan yang sangat
penting dalam ajaran islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al qur’an yang
memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping
hadits-hadits nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus
menuntut ilmu.
“Wahai orang-orang yang beriman!
Apabila dikatakan kepadamu, “berlapang-lapanglah di Dalam Majlis”. Artinya
bahwa majlis, yaitu duduk bersama. Asal mulanya duduk bersama mengelilingi nabi
karean hendak mendengar ajaran-ajaran yang hendak beliau keluarkan. Tentu ada
yang datang terlebih dahulu, sehingga tempat duduk bersama itu kelihatan telah
sempit. Karena di waktu itu orang duduk bersama
di atas tanah, belum memakai kursi seperti sekarang. Niscaya karena
sempitnya itu, orang yang datang kemudian tidak lagi mendapat tempat. Lalu
dianjurkan oleh rosu; agar yang telah duduk terlebih dahulu melapangkan tempat
bagi yang datang kemudian. Sebab pada hakekatnya tempat itu belumlah sesempit apa
yang kita sangka. Sebab itu hendaklah yang telah duduk lebih dahulu melapangkan
temapat bagi mereka yang baru datang. Karena yang sepi itu bukan tempat,
melainkan hati.
Oleh sebab itu apakah yang mesti
dilapangkan lebih dahulu, tempatkah atau hati Niscaya hatilah Sebab bila kita
lihat orang baru datang, kesan pertama ialah enggan memberikan tempat. Begitu
pula dalam majlis pengajian dalam Masjid sendiri. Betapapun sempitnya tempat
pada anggapan semula, kenyataanya masih bisa dimuat orang lagi. Yang di luar
disuruh masuk ke dalam, karna tempat masih lebar, meskipun ada yang telah
mendapatkan tempat duduk itu yang kurang senang melapangkan tempat. Oleh sebab
itu di dalam ayat ini diserulah terlebih dulu dengan panggilan “orang-orang
beriman”, sebab orang-orang yang beriman itu hatinya lapang, diapun mencintai
saudaranya yang terlambat masuk. Lanjutan ayat mengatakan, “niscaya Allah akan
memberikan kelapangan bagimu”. Artinya, karena hati telah dilapangkan terlebih
dahulu menerima teman, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang
terbuka akan memudahkan segala urusan. Kalau hati sudah lapang, fikiran pun
lega, akal pun terbuka dan rezeki yang halal pun dapat didatangkan Tuhan dengan
lancar. Kekayaan yang istimewa dalam kehidupan ini terutama ialah banyak-banyak
kontak diantara diri dan masyarakat.
“ Dan jika dikatakan kepada kamu
“berdirilah”, maka berdirilah!”, dalam hal ini, Jika disuruh orang kamu berdiri
untuk memberikan tempat kepada yang lain yang lebih patut untuk berdiri yang
lebih patut duduk di tempat yang kamu
duduki itu, segeralah berdiri, Yaitu jika disuruh berdiri karena kamu sudah
lama duduk, supaya orang lain yang belum mendapat kesempatan diberi peluang,
maka segeralah kamu berdiri!. “Allah akan mengangkat orang-oarang yang beriman
di antamu beberapa derajat”.
Sambungan ayat ini pun mengandung
dua tafsir. Pertama jika seseorang disuruh melapangkan majlis, yang berarti
melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekali pun lalu memberikan
trmpatnya kepada orang yang patut didudukkan di muka, janganlah dia berkecil
hati. Melainkan hendaknya dia berlapang dada. Karena orang yang berlapang dada
itulah kelak yang akan diangkat Allah imannya dan ilmunya, sehingga derajatnya
bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain
itulah yang akan bertambah ilmunya. Kedua; jika ada orang yang diangkat Allah
derajatnya lebih tinggi daripada orang kebanyakan, itu pertama karena
imannya,kedua karena ilmunya. Iman memberikan cahaya pada jiwa, disebut juga
pada moral. Sedangkan ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan ilmu
membuat orang jadi mantap. Membuat orang menjadi agung, walaupun tidak ada
pangkat yang disandangnya. Sebab cahaya itu datangnya dari dalam dirinya
sendiri, bukan dari luar.“Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan”, pokok
hidup utama adalah iman dan pokok pengirinya adalah ilmu. Iman tidak disertai
ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka
menyembah Allah, padahal mendurhakai Allah. Sebaliknya orang yang berilmu saja
tidak disertai atau tidak membawanya pada iman, maka ilmunya itu dapat
membahayakan bagi dirinya sendiri maupun bagi sasama manusia. Ilmu apabila
disertai dengan iman maka akan membawa faedah yang besar bagi seluruh
kemanusiaan. Tetapi ilmu itupun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan
sesama manusia, karena jiwanya tidak dikontrol oleh iman kepada Allah.
D.
Kitab
Tafsir Kementrian Agama RI
Ayat di atas
merupakan tuntunan akhlak yang menyangkut dalam suatu majlis. Allah berfirman;
“ hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepada kamu” oleh siapapun
“berlapang-lapanglah” yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan
memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu
tempat. Apabila diminta kepada kamu untuk melakukan itu, maka lapangkanlah
tempat itu untuk orang lain dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut,
niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan
apabila dikatakan berdirilah kamu ke tempat yang lain atau untuk melakukan
sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad , maka berdirilah dan bangkit lah
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai yang
memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan
beberapa derajat kemuliaan di dunia dan akhirat dan Allah terhadap apa yang
kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha Mengetahui.
Kata تفسحوا dan افسحوا terambil dari kata فسح yakni
lapang. Sedangkan kata انشزوا terambil
dari kata نشوز yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut mulanya berarti
beralih ke tempat yang tingggi. Yang di maksud pindah ke tempat lain yakni
untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat
yang wajar pindah, atau bangkit melakukan satu aktivitas positif. Ada juga yang
memahaminya berdirilah dari rumahNabi, jangan berlama-lama disana, karena boleh
jadi ada peringatan Nabi saw yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.
Kata مجالس
adalah bentuk jamak مجلس. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam
konteks ayat ini adalah tempat Nabi
Muhammad SAW memberi tuntunan agama ketika itu.Tetapi yang di maksud disini
adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk,tempat berdiri, atau
bahkan tempat berbaring.
Al-Qurtubi menulis bahwa bisa saja seseorang
mengirim pembantunya ke masjid untuk mengambilkan untuknya tempat duduk,
asalkan pembantu berdiri meninggalkan tempat itu ketika yang mengutusnya datang
dan duduk.
Ayat diatas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah
akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki
derajat-derajat yang lebih tinggi dari yang sekedar beriman.
Yang di maksud dengan ( اوتوا العلم الذين ) yang di beri pengetahuan adalah
mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka denagn pengetahuan. Ayat diatas
membagi kaum beriman kepada dua kelompok:
1.
Sekedar beriman dan beramal saleh
2.
Beriman dan beramal shaleh serta
memiliki pengetahuan.
Derajat Kelompok
ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang di sandangnya ,
melainkan juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan,
tulisan maupun dengan keteladanan. Ilmu yang dimaksud, bukan saja ilmu agama
tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.
Nilai-nilai Pendidikan
yang terkandung (aspek tarbawi)
a.
Tuntunan akhlak yang menyangkut
perbuatan dalam satu majlis agar terjalin hubungan yang harmonis.
b.
Memberi tempat yang wajar serta mengalah
kepada orang-orang yang di hormati dan yang lemah meskipun itu adalah seorang
non muslim sekalipun.
c.
Misal: dalam angkutan umum, bus, atau
kereta api ada seorang tua non mmuslim yang berdiri dan tidak mendapat tempat
duduk, jika Anda yang muda duduk maka wajar dan beradab jika Anda berdiri untuk
memberinya tempat duduk.
d.
Jika dalam masjid, tidak diperkenankan
meletakkan sajadah atau semacamnya untuk menghalangi orang lain duduk di tempat
itu.
e.
Ketika berada dalam suatu tempat dan ada
beberapa orang baru hadir yang tidak mendapat tempat duduk, berdirilah dan
persilahkan mereka untuk segera duduk. Karena Allah akan merahmati siapa yang
memberi kelapangan bagi saudaranya.
E. Kitab Tafsir Melayu Indonesia
Penyebaran Islam
dari awal kemunculannya hingga saat ini, diyakini tidak lepas dari sumber
primer ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah, sehingga sejarah Islam juga
merupakan sejarah al-Qur’an. Sejarah al-Qur’an dalam konteks yang paling
sederhana di Indonesia, dapat ditelusuri dengan melacak sejarah masuknya Islam
ke Indonesia. [7]
Awal kedatangan
Islam ke Nusantara terdapat beberapa teori, di antaranya teori Gujarat yang
dikembangkan atau dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje, berawal dengan
ditemukannya batu nisan Sultan Abd. Malik al-Saleh. Pendapat lain bahwa Islam
datang ke Nusantara dari Makkah dengan bukti mayoritas muslim di Nusantara
adalah pengikut mazhab Syafi’i yang dikembangkan oleh Hamka pada abad ke-7 M.
Bahkan ada kemungkinan besar bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di
nusantara pada abad-abad pertama Hijri, sebagaimana dikemukakan Arnold dan
dipegang banyak sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi hanyalah abad ke-12 pengaruh
Islam kelihatan lebih nyata. Karena itu proses Islamisasi tampaknya mengalami
akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16.[8]
Di samping
tafsir al-Qur’an, muncul juga berbagai ilmu yang terkait dengan al-Qur’an, baik
itu sejarah al-Qur’an/tafsir, ulum al-Qur’an maupun ilmu yang tidak secara
langsung terkait dengan al-Qur’an dan tafsirnya. Pada awal abad ke-20 muncullah
berbagai karya, seperti karya Munawwar Khalil dengan judul “al-Qur’an dari Masa
ke Masa” yang ditulis pada tahun 1952, Aboebakar Atjeh dengan bukunya “Sejarah
al-Qur’an” pada tahun 1952, Hasbi Ash-Shiddieqi dengan bukunya Sejarah dan
pengantar ilmu al-Qur’an, pada tahun 1954, Hadi Permono, Ilmu Tafsir al-Qur’an
Sebagai Pengetahuan Pokok Agama Islam yang diterbitkan pada tahun 1975,
Badaruthanan Akasah dengan menulis Index al-Qur’an: Index Tafsir, pada tahun
1976, Bahrum Rangkuti, al-Qur’an: Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir,
pada tahun 1977, dan Dja’far Amir dengan judul al-Qur’an dan al-Hadits:
Madrasah Tsanawiyah terbit pada tahun 1978. H. A. Djohan Syah menulis buku yang
berjudul Kursus Cepat Dapat Membaca al-Qur’an pada tahun 1978. Masjfuk Zauhdi
ikut juga menulis ilmu tafsir dengan judul “Pengantar Ulumul Qur’an” pada tahun
1979. Muslich Maruzi dengan bukunya al-Qur’an: al-Hadits Untuk Madrasah Aliyah
pada tahun 1980. Abd Aziz Masyhuri dengan bukunya Mitiara Qur’an dan Hadits
pada tahun 1980. dan H. Datuk Tombak Alam juga menyusun sebuah ilmu tafsir
dengan judul al-Qur’an al-Hakim 100 Kali Pandai tapi tidak diketahui kapan
diterbitkan. Begitu juga mulai muncul terjemahan ilmu tafsir seperti terjemah
karya Manna al-Qattan, Adanan Lubis Tarikh al-Qur’an, pada tahun 1941[9]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Iman dan ilmu
mengantarkan manusia menjadi makhluk yang utama sehingga kedudukannya dalam
masyarakat pun dihormati, dihargai sementara di akherat mendapat kebahagiaan
abadi.
allah menegaskan dalam
surat al-mujadilah ayat 11 bahwa orang-orang mukmin karena selalu mentaati
perintah Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang berilmu pengetahuan, yang
ilmunya dapat mengantarkan mereka ke jalan iman, semuanya akan ditingkatkan
derajatnya disisi Allah SWT. Ini berarti peranan iman dan ilmu dan meningkatkan
derajat dan harkat manusia itu sama, iman yang tidak didasarkan pada ilmu
pengetahuan adalah iman yang lemah sekali dan ilmu pengetahuan yang tidak bisa
membuka hati untuk bertambahnya iman, maka ilmu itu sangat berbahaya bagi
dirinya sendiri maupun orang lain.
B.
Saran
Jika ingin menyusun
makalah seperti ini, diharapkan untuk mengkonsul secara continuo kepada dosen
pengampuh ataupun ahli lain, agar makalah yang disusun dapat bermanfaat sesuai
isi nya yang tepat dan tidak menyimpang.
[1]
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Qur'an,
(Jakarta: Lentera
Hati,
2002), hlm. 79
[2]
Ibid., hlm 79
[3] Ibid., hal 80
[4]
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 157
[5]
R.H.A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi, dan Islam,
(Yogyakarta: Titian Ilahi
Press,
1999), hlm. 102
[6]
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional, PTELTD, 1990), hlm. 7226
[7]
L. Anthony H. Johns, Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah
Penelitian awal. (Melayu online.com: 11 Agustus 2008) hlm. 14
[8]
Ibid., hal 16
[9]
Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996) hal.
162-164.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002),
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnnya,
Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Singapura:
Pustaka Nasional, PTELTD, 1990)
Hamka. Tafsir Al-azhar. PT Pustaka Panji
Mas. Jakarta:198
Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an
di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996)
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan Dan Keserasian
al-Qur'an, (Jakarta: LenteraHati, 2002)
R.H.A. Sahirul Alim, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi, dan Islam,
(Yogyakarta: Titian IlahiPress, 1999),
0 komentar:
Posting Komentar